MAKALAH
PENDEKATAN
KONTEKSTUAL
Oleh
ELISA. KAUY
2014 38 050
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN JASMANI KESEHATAN DAN REKRIASI
UNIVERSITAS
PATTIMURA
AMBON
2016
KATA
PENGANTAR
Puji
syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpah berkat dan
kasih karunia-Nya yang tak terhingga sehingga kami dapat menulis Makalah dengan
judul pendekatan kontekstual ini dapa
terselesaikan. Makalah ini adalah tugas untuk membantu kami dalam proses
perkuliaan dan juga sebagai upaya membantu teman-teman dalam proses
pembelajaran.
Sebagai Manusia yang
lemah, tentu kami tak luput dari berbagai kekurangan dan keterbatasan sehinga
bantuan berupa kritik dan saran yang kontruktif yang bertujuan adalah untuk
menyempurnakan makalah ini sangatlah
diharapkan demi penyempurnaan penulisan ini. Semoga bermanfaat, sekian dan
terima kasih.
DAFTAR ISI
Kata
Pengantar
Daftar
Isi
BAB
I Pendahuluan
3
A.
Latar Belakang
3
B. Tujuan
& Manfaat……………………………………………………………
BAB
II Pembahasan
4
A.
Pendekatan Kontekstual
4
B.
Penerapan Pendekatan Kontekstual
5
BAB
III Penutup………………………………………………………………………….13
A.
Kesimpulan………………………………………………………………13
B.
Saran…………………………………………………………………......13
Daftar
Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Kualitas pendidikan
merupakan masalah yang
harus mendapat perhatian serius demi kelangsungan hidup
bangsa dan negara, serta dalam sistem pendidikan itu sendiri, banyak hal yang
perlu dipertimbangkan antara lain
kualitas pendidikan bagi anak didik
atau siswa. Kondisi
kualitas sumber daya
manusia sering diidentikan
dengan tingkat kemampuan penguasaan teknologi.
Sachs yang dikutip Mochtar Buchori
(2000:6) bahwa dunia sekarang ini tidak
lagi terbagi-bagi oleh ideologi,
melainkan oleh teknologi. Ada tiga kelompok penduduk dunia dalam kemampuan penguasaan
teknologi, yaitu: 1)
kelompok technological innovator, mencakup hanya
15% dari penduduk
dunia, tetapi menguasai
seluruh innovasi teknologi dunia;
2) kelompok technological adopters, mencakup sekitar 50% penduduk dunia,
yaitu kelompok bangsa-bangsa yang
mampu menguasai
teknologi-teknologi baru hasil inovasi; 3) kelompok technologically excluded, mencakup kira-kira 35%
penduduk dunia, yaitu kelompok
penduduk dunia yang tidak mampu memperbaharui teknologi tradisional mereka dan juga tidak mampu menguasai
inovasi-inovasi yang dihasilkan oleh masyarakat-masyarakat di luar mereka.
Untuk itu
perlu iklim pembelajaran
yang kondusif, baik
dalam sistem
masyarakat, sistem
pendidikan, maupun lembaga
pendidikan. Hal tersebut menjadikan lembaga pendidikan
harus rnampu mengembangkan konsep kesiapan lulusannya (segi kognitif, afektif,
dan psikomotork) sejalan dengan konsep pengembangan surnber
daya rnanusia sesuai
kebutuhan lapangan, dengan demikian konsep pengembangan sumber daya
rnanusia dalam berbagai bentuknya harus mengarah pada peningkatan
keterampilan (psikomotorik), pengetahuan (kognitif) dan kemampuan refleksi ( afektif)
atas penguasaan kompetensi tertentu melalui program
pelatihan. Menurut Soetamo
(2003:28) guru yang berhasil adalah guru yang
mampu membawa peserta didik dapat mendidik diri mereka
sendiri, mampu memberdayakan
peserta didik secara
efektif, mampu mendorong peserta
didik menggunakan sumber-sumber belajar secara
efektif, sehingga peserta didik
mampu menggunakan seluruh
hasil belajar tersebut
secara produktif .
B.
Tujuan
& Manfaat
Pendekatan
kontekstual dalam bidang pendidikan pada umumnya dan keolahragaan pada
khususnya mempunyai peran yang sangat penting pendekatan kontekstual untuk dapat Serta
di gunakan untuk menentukan tingkat pembebasan peserta dari suatu
kesatuan pelajaran menaikan peserta didik dari suatu tingkat ketingkat yang
lebih tinggi memberikan umpan balik untuk memberikan unjuk kerja menempatkan
induvidu kedalam kelompok tertentu atau menentukan suatu pembelajaran yang
khusus. Pada pokoknyapenentuan status mencakup semua tujuan-tujuan lain pada
pendekatan kontekstual.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pendekatan Kontekstual
Paradigma
lama dalam proses belajar mengajar di kelas adalah guru memberikan pengetahuan
kepada siswa yang pasif. Ibaratnya
seperti menuangkan apa yang diketahuinya ke dalam botol kosong.
Tuntutan dalam dunia pendidikan sudah lama
berubah, guru tidak
bisa lagi mempertahankan paradigma
lama tersebut. Guru dalam
melaksanakan kegiatan belajar mengajar
harus mengubah paradigma lama
menjadi paradigma pengajaran yang barn.
Hal tersebut dapat dilaksanakan
antara lain dengan menggunakan model pembelajaran CTL
Pendekatan
kontekstual merupakan konsep belajar yang membantu guru dalam mengkaitkan antara materi
yang diajarkan dengan
situasi dunia nyata
siswa dan mendorong siswa membuat
hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapnnya
dalam kehidupan mereka
sebagai anggota keluarga
dananggota masyarakat.
Dalam proses pembelajaran,
tugas guru mengelola kelas sebagai tim yang bekerja bersama untuk
menemukan sesuatu yang barn bagi siswa. Pengetahuan dan
keterampilan diperoleh dari
basil kerja mandiri
siswa berdasarkan konsep yang
dimiliki yang dikaitkan
dengan kondisi lingkungan tempat tinggalnya. Peran
siswa mengkonstruksi informasi-informasi yang diperoleh untuk
diformulasikan menjadi pengetahuan dan
keterampilan yang dimiliki.
penerapan pendekatan
pembelajaran yang dijabarkan dengan
pemakaian metode yang bervariasi dalam pelaksanaannya merupakan
salah satu komponen yang
dapat mempengaruhi pencapaian
prestasi belajar siswa.
Penerapan model CTL, siswa dituntut berperan
aktif dalam pembelajaran,
kondisi lingkungan pembelajaran diciptakan
dalam suasana kondusif,
aman, nyaman dan menyenangkan. Jika pembelajaran
dilaksanakan secara berkelompok, maka
setiap siswa mempunyai kesempatan saling
memberi dan menerima pengetahuan
dalam memahami materi pelajaran secara aman dan nyaman, sehingga terjadi
proses pembelajaran yang komunikatif.
Model
CTL memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertindak secara aktif mencari jawaban atas
masalah yang dihadapi dengan
kondisi yang aman, nyaman
dan kondusif, serta
berusaha memeriksa, mencari
dan menyimpulkan sendiri secara
logis, kritis, analitis dan sistematis.
Cara ini akan mendorong siswa
untuk meningkatkan penalaran dan
berpikir secara bebas,
terbuka, dan merangsang
berpikir kreatif sehingga dengan senang
hati akan berusaha memperdalam pengetahuan secara mandiri.
B.
Penerapan pendekatan kontekstual
Menurut Suparto (2004:6) bahwa secara garis
besar, penerapan pendekatan
kontekstual
dapat dilakukan dengan langkah-langkah
sebagai berikut: I) Mengembangkan
metode belajar mandiri, 2) melaksanakan
penemuan (inquiry), 3) Menumbuhkan
rasa ingin tahu
siswa, 4) Menciptakan
masyarakat belajar, 5) Hadirkan "model" dalam
pembelajaran, 6) Lakukan
refleksi di setiap
akhir pertemuan, 7) Lakukan penilaian yang sebenamya.
Pembelajaran
kontekstual merupakan bagian dari kerangka pendidikan yang dapat digunakan
untuk membantu siswa membuat
pembelajaran menjadi lebih bermakna bagi siswa. Guru memiliki
konteks pembelajaran yang tepat bagi siswa
dengan cara
mengkaitkan pembelajaran dengan kehidupan nyata dan lingkungan di mana
anak itu hidup
serta budaya yang
berlaku dalam masyarakat.
Jadi penyajian pengetahuan, pemahaman, keterampilan, nilai dan sikap yang ada dalam silabus
dilakukan dalam keterkaitan apa yang dipelajari dalam kelas dengan
kehidupan sehari-hari siswa.
Dengan memilih konteks
secara hati-hati siswa secara
perlahan -lahan digerakkan
pemikiranya agar tidak
hanya berkonsentrasi dalam
pembelajaran di lingkungan kelas saja tetapi mengkaitkan aspek-aspek
pembelajaran ituddengan kehidupan
mereka sehari-hari, masa depan mereka dan lingkungan
masyarakat yang labih luas.
Pengalaman belajar siswa tidak dikotak•
kotakkan dalam silabus
yang terpisah-pisah.
Karenanya, guru memilih
konteks dan merangcang
pmbelajaran yang kondusif untuk belajar yaitu yang terintegrasi (saling
berkaitan), Interdisipliner (dipandang
berbagai berbagai bidang ilrnu), dan mencerminkan situasi kehidupan nyata. Pembelajaran berbasis CTL
melibatkan tujuh komponen
utama pembelajaran produktif,
yakni :
a. Konstruktivisme (Contructivism)
Konstruktivisme(
Constructivism) merupakan landasan berfikir (filosofi) Pendekatan CTL, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh
manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya
diperluas melalui konteks yang
terbatas (sempit) dan tidak sekonyong-konyong.
Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep,
atau kaidah yang
siap untuk diambil
dan diingat. Manusia harus
mengkonstruksi pengetahuan itu memberi
makna melalui pengalaman nyata.
Siswa
perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi
dirinya, dan bergelut dengan ide-ide.
Guru tidak akan mampu memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa hams
mengkonstruksi pengetahuan dibenak mereka sendiri. Esensi dari teori
konstruktivis adalah ide bahwa siswa
harus menemukan dan mentransformasikan
suatu informasi kompleks ke
situasi lain, dan apabila
dikehendaki informasi itu menjadi milik
mereka sendiri. Dengan dasar itu, pembelajaran
barus dikemas menjadi proses "mengkonstruksi" bukan
"rnenerima" pengetahuan. Dalam proses
pembelajaran, siswa membangun
sendiri pengetahuan melalui keterlibatan
aktif dalam proses pembelajaran.
Siswa menjadi pusat kegiatan, bukan guru
Landasan berfikir
konstruk:tivisme agak
berbeda dengan pandangan kaum obyektivitas, yang lebih
menekankan pada basil pembelajaran. Dalam pandangan konstruktivis, "strategi memperoleh
pengalaman dan
pengetahuan" lebih diutamakan
dibandingkan banyaknya pengetahuan yang diperoleh siswa. Untuk
itu, tugas guru adalah
menfasilitasi proses tersebut dengan
: 1) Menjadikan pengetahuan
bermakna dan relevan bagi siswa, 2)
Memberikan kesempatan siswa
menemukan dan menerapkan
idenya sendiri, 3) Menyadarkan
siswa agar menerapkan
strategi mereka sendiri dalam belajar. Pengetahuan tumbuh berkembang melalui pengalaman.
Pemahaman berkembang
semakin dalam dan semakin kuat
apabila selalu diuji dengan pengalaman
baru. Menurut Piaget, manusia memiliki
struktur pengetahuan dalam otaknya,
seperti kotak-kotak yang
masing-masing berisi informasi bermakna yang berbeda-beda. Pengalaman
sama bagi beberapa orang masing-masing berisi individu dan disimpan
dalam kotak yang berbeda. Setiap
pengalaman barn dihubungkan
dengan kotak-kotak (struktur
pengetahuan) dalam otak manusia
tersebut. Struktur pengetahuan
dikembangkan dalam otak manusia melalui dua cara, yaitu asimilasi atau akomodasi. Asimilasi maksudnya struktur
pengetahuan barn dibuat atau dibangun atas dasar struktur pengetahuan yang
sudah ada. Akomodasi maksudnya
struktur pengetahuan yang
sudah ada dimodifikasikan untuk
menampung dan menyesuaikan dengan lahimya pengalaman baru. Pada umumnya
pendidikan juga merancang
pembelajaran dalam bentuk siswa bekerja, praktek
mengerjakan sesuatu,
berlatih secara fisik, menulis karangan,
mendemonstrasikan, menciptakan ide dan
sebagainya.
b.
Menemukan (Inquiry)
Menemukan
merupakan bagian inti
dari kegiatan pembelajaran berbasis CTL.
Pengetahuan dan ketrampilan
yang di peroleh
siswa diharapkan bukan basil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi
dari menemukan sendiri. Guru
hams selalu merancang
kegiatan yang menunjuk pada
kegiatan menemukan, apapun materi yang diajarkannya. Ada beberapa
pendapat tentang langkah-langkah pembelajaran
dengan pendekatan inkuiri,
diantaranya pendapat Joyce,
Weil da Calhoun (2000:
179-181 ) adala
1) Guru menyajikan
situasi problematik dan menjelaskan
prosedur inkuiri kepada para siswa.
2) Pengumpulan data dan verifikasi mengenai suatu infonnasi
yang dilihat dan dialami ( situasi
problematik )
3) Pengumpulan data dan eksperimentasi, para siswa diperkenalkan dengan element baru
ke dalam situasi yang berbeda.
4) Menforrnulasikan penjelasan
5) Menganalisis proses inkuiri.
Pendapat senadajuga
disampaikan oleh Margono (1989: 53) bahwa langkah-langkah inkuiri adalah;
1) Siswa
dirangsang oleh guru
dengan pennasalahan, pemyataan,
pertanyaan, permainan,
teka-teki, gambar dan sebagainya.
2) Siswa
diminta menentukan prosedur
mencari dan mengumpulkan inforrnasi yang diperlukan,
dapat dilakukan secara individual maupun
kelompok .
3) Siswa mencoba merumuskan pemecahan masalah.
4) Siswa
menyusun prosedur atau
langkah-Iangkah dalam pemecahan masalah yang dapat
dipergunakan untuk pemecahan masalah
dalam situasi baru atau masalah yang lain.
c.
Bertanya (Questioning)
Pengetahuan yang dimiliki seseorang, selalu bermula dari
"bertanya", Sebelum tahu tentang pencemaran, seseorang bertanya "Apa yang dimaksud
pencemaran itu?". Questioning
(bertanya) merupakan strategi
utama pembelajaran yang berbasis
CTL. Bertanya dalam
pembelajaran dipandang sebagai
kegiatan guru untuk
mendorong, membimbing, dan
menilaim kemampuan berpikir siswa.
Bagi siswa, kegiatan bertanya merupakan
bagian penting dalam melaksanakan pembelajaran yang
berbasis inquiry, yaitu
menggali informasi, mengkonfinnasikan apa
yang sudah diketahui,
dan mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahui.
Dalam pembelajaran, bertanya
bermanfaat untuk: 1)
Menggali informasi, baik administrasi
maupun akademis, 2)
Mengecek pemahaman siswa, 3)
Membangkitkan respon kepada siswa, 4) Mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa, 5) Mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa, 6) Memfokuskan perhatian siswa pada sesuatu yang dikehendaki
guru, 7) Unt
membangkitkan
lebih banyak pertanyaan yang lain dari siswa, 8) Untukmenyegarkan
kembali pengetahuan siswa. Hampir semua aktifitas belajar,
questioning dapat diterapkan:
antara siswa dengan siswa, antara guru
dengan siswa, antara siswa dengan orang lain yang
didatangkan ke kelas
dan sebagainya. Aktifitas
bertanya juga ditemukan
ketika siswa berdiskusi, bekerja dalam kelompok, ketika
menemui kesulitan, ketika mengamati, dan
sebagainya. Kegiatan-kegiatan itu akan menumbuhkan dorongan untuk
"bertanya ".
d.
Masyarakat Belajar (Learning Community)
Konsep Learning Community menyarankan
agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Ketika seseorang anak tidak tahu cara menggunakan suatu alat di
laboratoriurn, ia bertanya kepada
temannya "Bagairnana caranya menggunakan alat ini? Tolong beritahu
aku!" Lalu temannya yang sudah
tahu, menunjukkan cara memapakainya alat itu. Dari
contoh tersebut anak, dua anak tersebut sudah membentuk masyarakat belajar
(
learning communitys.
Hasil belajar diperoleh dari sharing antara teman,
antar kelompok, dan antara yang tahu
ke yang belum tahu.
Di ruang kelas,
orang-orang yang ada di luar kelas. anggota masyarakat belajar.
Di kelas CTL,
guru disarankan se!alu
me!aksanakan pembelajaran dalam kelornpok-kelompok belajar. Siswa dibagi
dalam kelompok yang
anggotanya heterogen. "Masyarakat belajar" bisa terjadi
apabita ada proses
komunikasi dua arah.
Dalam masyarakat belajar, dua
kelompok (atau lebih)
yang terlihat dalam
komunikasi pembelajar
sating belajar. Seseorang
yang terlibat dalam
kegiatan masyarakat
belajar, informasi yang
diperoleh teman berbicaranya dan sekaligus juga meminta informasi yang
diperlukan dari teman belajarnya. Kegiatan saling
belajar ini bisa
terjadi apabila tidak
ada pihak yang dominan
dalarn komunikasi, tidak
ada yang merasa
segan bertanya, atau hanya
mendengarkan. Setiap pihak harus
merasa bahwa setiap
orang Jain memiliki pengetahuan,
pengalaman, atau ketrampilan
yang berbeda yang perlu dipelajari. Kalau setiap orang mau belajar dari orang lain, rnaka setiap orang lain bisa menjadi sumber belajar, dan ini berarti
setiap orang lain bisa menjadi
sumber belajar, dan ini berarti setiap orang
akan sangat kaya
dengan pengetahuan dan pengataman. Metode pembelajaran dengan teknik
"learning community" ini
sangat membantu proses pembelajaran di kelas.
dalam pembelajaran
terwujud dalam hal : 1) Pembentukan kelompok
kecil, Pembentukan kelompok besar,
2) Mendatangkan "ahli" ke
kelas (tokoh, dokter, petani,
tukang, dsb), 3) Bekerja dengan kelas
sederajat, 4) Bekerja kelompok dengan kelas di atasnya, 5) Bekerja
dengan masyarakat.
e. Pemodelan ( Modelling )
Pada
saat pembelajaran ketrampilan atau
pengetahuan tertentu berlangsung,
sebaiknya ada model yang
bisa ditiru. Model
itu bisa berupa cara mengoperasikan sesuatu, atau guru memberi
contoh cara mengerjakan
sesuatu, dengan demikian
guru memberi "model" tentang
bagaimana cara belajar. Dalam
pembelajaran CTL, guru
bukan satu-satunya model.
Model dapat dirancang dengan melibatkan
siswa. Seorang siswa bisa ditunjuk untuk memberi contoh
mendemonstrasikan keahliannya.
Siswa "contoh" tersebut dikatakan sebagai
model. Siswa lain
dapat menggunakan model
tersebut sebagai "standar" kompetensi yang hams dicapainya, model
juga dapat didatangkan dari luar.
f. Refleksi (Reflection)
Refleksi adalah
cara berpikir tentang
apa yang baru
dipelajari atau berpikir ke belakang
tentang apa-apa yang sudah dilakukan di
masa yang lalu. Refleksi
merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang
baru diterima, dengan
demikian siswa merasa memperoleh sesuatu
yang berguna bagi
dirinya. Realisasi dalam pembelajaran berupa: rangkurnan
tentang apa yang dipelajari;
catatan atau jurnal di buku siswa; kesan
dan saran tentang pembelajaran dan lain-lain.
g. Penilaian yang sebenarnya (Authentic Assesment)
Tes
tetap dilaksanakan, sebagai salah satu sumber untuk melihat kemajuan belajar
siswa, termasuk Ujian
Nasional. Tetapi, untuk pengumpulan data kemajuan belajar dalam CTL tidak hanya menggunakan tes. Nilai
siswa yang utama
diperoleh dari penampilan
siswa sehari-hari ketika belajar.
Apakah ia sudah belajar dengan keras? Bagaimana hasil karyanya? Bagaimana
cara menyampaikan ide,
berdiskusi, mengerjakan
tugas-tugas? Bagaimana partisipasinya
dalam bekerja kelompok? Bagaimana basil kerja kelompoknya? Bagaimana
buku catatan sekolahnya? Semua
itu adalah sumber penilaian yang autentik dan nyata
Sebuah
kelas dikatakan menggunakan pendekatan
CTL jika telah menerapkan ketujuh
komponen CTL, yaitu jika filosofi belajamya adalah konstruktivisme, selalu
ada unsur bertanya,
pengetahuan dan pengalaman diperoleh dari kegiatan menemukan, terbentuk masyarakat
belajar, ada model yang ditiru (pemodelan), dan dilakukan penilaian yang
sebenamya.
Agar
proses pembelajaran dengan menerapkan
model CTL dapat dilaksanakan dengan baik dalam mencapai
tujuan pembelajaran, perlu diperhatikan antara lain:
I. Memberikan
penjelasan prosedur
pembelajaran dengan model CTL secara
efektif dan
sejelas-jelasnya kepada siswa, sehingga
proses pembelajaran lebih terarah dalam
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
2. Guru
hendaknya memiliki kemampuan
untuk membantu mengembangan
kemampuan berpikir verbal dan
berpikir abstrak siswai. Membimbing dan mengarahkan siswa untuk
belajar mandiri dalam bentuk mengumpulkan data mengenai potensi lingkungan tempat tinggal siswa.
Potensi tempat tinggal dapat
digunakan scbagai sumber belajar. Kegiatan
ini dapat dilakukan dengan cara menganalisis data serta pemecahan
masalah yang dihadapi sesuai dengan cara berpikir ilmiah.
3. Kondisi
lingkungan masyarakat atau
sekolah diusahakan dapat
digunakan untuk kegiatan belajar
siswa secara mandiri dengan
mencoba, melatih dan menemukan altematif
pemecahan masalah yang dihadapi sesuai dengan kemampuan siswa,
sehingga siswa secara
leluasa dan termotivasi
untuk belajar lebih mendalam.
4.
Disediakan fasilitas pembelajaran
yang mendukung dalam
proses pembelajaran kimia Iingkungan,
misalnya: perpustakaan yang
memadai (buku-buku pelajaran, alat-alat peraga, majalah, gambar-gambar
binatang dan turnbuhan, buku-buku ilmu pengetahuan populer. laboratorium, atau media pembelajaran lain)
yang mendukung proses pembelajaran
dengan model CTL.
5. Guru hendaknya marnpu rnemanfaatkan media
pernbelajaran yang tersedia untuk
membantu menjelaskan materi pembelajaran
Aplikasi model CTL di
SMP dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :
I. Guru memilih
dan menetapkan perrnasalahan sesuai
dengan kemampuan dan karakteristik
siswa, kemampuan yang diperlukan
yaitu menampung secara
rerbuka dan
berpikir positif terhadap
semua pernyataan-pernyataan atau pendapat dari
siswa kemudian menyeleksi
dan merumuskan kembali pernyataan atau pendapat tersebut sesuai
dengan sifat dan
kategori masalah y ang dilihat
dari tingkat kepentingannya, amat penting,
bermanfaat, atau biasa dapat dipecahkan.
2.
Guru membimbing secara aktif, membantu
siswa dalam prosedur pembelajaran, menelaah
materi dan permasalahan, kemampuan yang diperlukan adalah pemahaman guru
memahami kecakapan dan kejelian siswa dalam belajar baik secara individu
maupun kelompok sehingga
kebersamaan dalam menganalisis
permasalahan dari berbagai sudut
pandang.
3. Guru membimbing siswa dalam
pengumpulan data di masyarakat, dalam
hal ini kemampuan yang
diperlukan adalah memilih
pendekatan pembelajaran yang
tepat
4. Membantu
siswa dalarn menyusun
dan mengelompokkan konsep
kimia lingkungan dengan cara
memberikan kelengkapan prosedur
pembelajaran yang jelas dan
sistematis. Pembelajaran dengan menerapkan model
CTL di SMP
merupakan bentuk pembelajaran
yang berorientasi pada
proses mengamati, menggolong•
golongkan membuat dugaan, mengukur dan membuat kesf_mpulan berdasarkan sumber belajar
yang berasal dari
masyarakat. Model CTL
memberikan kesempatan pada
siswa dalam mengembangkan kemampuan berpikir verbal dan
abstrak secara aplikatif. Model
CTL mengutamakan proses
mental yang sepenuhnya
melibatkan siswa dalam proses pembelajaran.
Siswa dilatih berpikir dan
bertindak secara mandiri
dalam mencari, menemukan
dan merumuskan altematif
pemecahan masalah.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Proses pembelajaran dengan model
CTL di Sekolah dilakukan
secara mandiri atas bimbingan
penuh guru dan teman-teman dengan
berbagai aktivitas secara mandiri secara
individual maupun kelompok,
misalnya: bertanya, bertindak, mencari penyelesaian
masalah, membuat dugaan
dan mengambil kesimpulan. Peran guru
memberikan birnbingan, memotivasi
siswa dan memberikan dukungan kepada siswa dan ikut membantu siswa dalam
pemecahan masalah jika dalam
proses pembelajaran menemukan
kesulitan. Untuk itu
diperlukan kemampuan dan kreativitas
guru dalam membangkitkan kemarnpuan
berpikir verbal dan kemampuan berpikir abstrak
siswa untuk mempelajari mata pelajaran kimia lingkungan agar hasil
belajarnya dapat optimal.
B.
Saran
1. Pemerintah
harus mengupayakan program belajar anak di perDesaan
2. Disarankan
pemerinta harus lebih ketat dalam pengawasan guru-guru dalam proses belajar
mengajar di sekolah
DAFTAR PUSTAKA
Depdiknas, 2002.
Pedoman Pengembangan Kecakapan
Hidup di SMU.
Jakarta: Depdiknas
Depdiknas, 2003.
Panduan lmpelementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi
MataPelajaran Depdiknas
Degeng. I.N.S.
1988. Jlmu Pengajaran Taksonomi
Variabe/. Jakarta: Ditjen Dikti P2PLTK
Dimyati &
Mudjiono. 1999. Be/ajar dan
Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta
Joyce, Bruce,
Marsha Weil, & Emily Calhoun. 2000.
Models of Teaching. 6th
Ed.Boston: Allyn and Bacon.
Nana Sudjana.
1996. Dasar-Dasar Proses
Be/ajar Mengajar. Bandung:
Sinar Barn Algensindo Offset.
Suparto. 2004. Penerapan
Contextual Teaching and
Learning (CTL) dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi. Semarang:
Depdiknas
Syaiful Bahri
Djamarah. 1994. Prestasi Be/ajar dan Kompetensi Guru.
Surabaya: Usaha Nasional.
Tabrani Rusyan.
1989. Pendekatan Dalam Proses
Be/ajar Mengajar. Bandung: Remaja Karya.